FMDT Laporkan Dugaan Fasilitas Ganda Pejabat Pemkab Tasikmalaya ke Kejaksaan: Potensi Kerugian Negara Capai Rp6,9 Miliar

Sergapreborn Tasikmalaya — Di tengah kondisi masyarakat Kabupaten Tasikmalaya yang masih berjuang dengan keterbatasan fasilitas dasar seperti jalan rusak, pelayanan kesehatan terbatas, pendidikan tertinggal, dan keuangan daerah yang defisit, muncul kabar yang mengguncang nurani publik. Sejumlah pejabat tinggi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya diduga menikmati fasilitas ganda dengan memanfaatkan uang rakyat.
Forum Mahasiswa Diaspora Kabupaten Tasikmalaya (FMDT) resmi melayangkan laporan pengaduan kepada Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya atas dugaan pelanggaran serius terhadap Peraturan Bupati Tasikmalaya Nomor 5 Tahun 2024 tentang Tunjangan Transportasi bagi Pejabat Pimpinan Tinggi.
Dari hasil penelusuran dan telaah dokumen keuangan daerah, FMDT menemukan indikasi kuat adanya praktik penerimaan ganda fasilitas jabatan (double facility) oleh sejumlah pejabat tinggi di Pemkab Tasikmalaya.
Temuan awal menunjukkan bahwa para pejabat tersebut tetap menggunakan kendaraan dinas operasional lengkap dengan fasilitas bahan bakar dan perawatan, meskipun mereka telah menerima tunjangan transportasi bulanan senilai Rp12,5 juta hingga Rp17 juta per orang.
Kondisi ini diduga menimbulkan pengeluaran ganda (double spending) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada dua pos yang berbeda, yakni tunjangan transportasi dan biaya operasional kendaraan dinas.
Ketua Umum FMDT, Alan Fauzi, menegaskan bahwa praktik ini bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan dugaan penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan daerah.
“Dari hasil kalkulasi kami, kerugian daerah akibat praktik ini mencapai Rp6.974.000.000 sejak Perbup itu ditetapkan pada 5 Januari 2024. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi penyimpangan yang mencederai akal sehat publik,” ungkap Alan kepada wartawan.
FMDT menilai, praktik tersebut jelas menabrak prinsip efisiensi dan akuntabilitas keuangan daerah sebagaimana diatur dalam PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta berpotensi memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Pejabat yang menerima dua fasilitas publik dengan fungsi serupa—uang transportasi dan kendaraan dinas—pada hakikatnya memperkaya diri sendiri dengan melawan hukum. Ini bentuk abuse of power yang tak bisa dibiarkan,” tegas Alan.
Dalam laporan resmi yang diserahkan kepada Kejaksaan Negeri Tasikmalaya, FMDT mendesak agar dilakukan langkah tegas, di antaranya:
1. Audit investigatif menyeluruh terhadap pelaksanaan Perbup No. 5 Tahun 2024.
2. Pemanggilan dan pemeriksaan pejabat yang menerima fasilitas ganda.
3. Pengembalian seluruh dana ke kas daerah.
4. Penegakan hukum pidana korupsi bila ditemukan unsur kesengajaan.
Alan menambahkan bahwa langkah ini merupakan wujud nyata partisipasi mahasiswa dalam mengawal integritas pemerintahan daerah.
“Sebagai anak muda yang mencintai daerahnya, kami melaporkan dugaan ini bukan karena kebencian, tapi karena kepedulian. Kami ingin memastikan keuangan daerah dikelola dengan integritas dan tidak diselewengkan untuk kepentingan pribadi,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum dalam menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas di tubuh birokrasi daerah. Masyarakat kini menanti langkah konkret dari Kejaksaan Negeri Tasikmalaya untuk menindaklanjuti laporan tersebut dengan objektif dan terbuka.
JEN



