Opini Nasional – Sergapreborn
(23 Juli 2021)
Oleh: Mukhlis el-Rifqi
(Pertapa Sufi Jalanan)
Rakyat yang menjerit akibat dampak PPKM yang mematikan ekonomi rupanya hanya dijawab dengan penyaluran bansos beras dan vaksinasi massal. Beras lima kilogram untuk mengatasi kebutuhan dua pekan PPKM, wah luar biasa ini kebijakan. Dengan lima kilogram beras bisa dibayangkan apa yang bisa dilakukan masyarakat yang isolasi mandiri.
Berbicara bansos tentu tak akan semua kebagian. Ada banyak daftar berseliweran sehingga pasti tidak merata penyaluran bansos berasnya. Sementara di level atas, bansos bukan bukti kedermawanan tapi peluang bisnis yang sangat nyaman. Tidak ada yang berani transparan dan mempertanyakan siapa yang paling menikmati kue ekonomi bansos.
Itulah sebabnya tahun lalu bisa dikorupsi secara sistematis. Tapi celakanya,publik keburu mengendus kejahatan Mensos Juliari Batubara. Bansos yang dikorupsi Juliari Batubara mencapai ribuan trilyun. Hebatnya hingga kini tidak ada kabar beritanya. Eh tiba-tiba ada bansos beras lima kilogram untuk melunakkan hati masyarakat dhuafa.
Judul narasi besarnya Covid19 dan upaya memutuskan mata rantai penyebaran Covid19. Tapi ada ribuan kepentingan berkelindan dalam isu Covid19. Seolah hanya masalah kesehatan saja yang dijadikan narasi utama. Tenaga kesehatan dieksploitasi kepahlawanan dan korban Covid dijadikan legitimasi kebijakan vaksinasi.
Ribuan tenaga kesehatan yang tulus ikhlas berjuang dan ribuan kematian korban Covid19 dijadikan regulasi PPKM. Setiap kematian menjadi indikator pelaksanaan PPKM. Semua tidak ada yang salah karena PPKM itu bagaikan kapsul generik.
Ya bansos beras akhirnya menjadi pelepas dahaga kala haus. Masyarakat pun tak kuat menahan derita dan di beberapa daerah melakukan aksi unjuk rasa. Demo anti PPKM bagaikan bom waktu, liar tanpa ada yang komando. Arogansi petugas menambah sesak nafas masyarakat yang sedang susah. Siapa yang bisa mencegah dan meredam amarah masyarakat kecil?
Bansos beras lima kilogram yang tak merata juga akan menjadi sumber letupan masyarakat. Kalau sudah tak bisa dikendalikan maka akan bahaya kondisi bangsa ini.
(***)